PARADIGMA PERUBAHAN SOSIAL DAN
PERUBAHAN HUKUM
Selo Soemardjan mendefinisikan perubahan sosial sebagaimana yang
telah dikutip oleh Soerjono Soekanto mendefinisikan bahwa Perubahan Sosial
sebagai segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat,
yang mempengaruhi sistem sosialnya, yang di dalamnya termasuk nilai-nilai,
sikap-sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Cara yang dapat kita gunakan untuk mengenali adanya perubahan sosial,
diantaranya yaitu membandingkan dua termin waktu yang berbeda, dengan adanya
perubahan di dalam masyarakat dalam dua termin waktu yang berbeda tersebut maka
kita dapat membedakan adanya perubahan sosial, apakah sama ataukah berbeda.
Selain itu, adapula faktor-faktor yang melatar belakangi lahirnya
perubahan sosial, diantaranya yaitu, penemuan-penemuan baru, perubahan jumlah
penduduk, pengaruh dari budaya luar, peperangan, bencana alam, serta konflik.
Paradigma atau cara pandang mengenai perubahan sosial dengan
perubahan hukum, sebenarnya sangat menarik untuk dikaji, karena di dalam suatu
daerah masyarakat umumnya tidak sedikit yang mengalami perubahan sosial yang
mempengaruhi pula perubahan hukum yang berlaku di dalam daerah tersebut. Di
sini dijelaskan bahwa ada dua paradigma mengenai perubahan sosial dan
perubanahan hukum. Diantaranya yaitu:
1.
“Hukum
sebagai pelayan kebutuhan masyarakat” sebagai tujuannya yaitu supaya hukum
tidak tertinggal oleh laju perkembangan masyarakat. Maka ketika masyarakat
berubah, hukum pun berubah mengikuti perubahan masyarakat tersebut.
Cici-ciri dari paradigma ini adalah:
·
Perubahan
hukum atau perubahan sosial tergantung pada sistem karena saling
ketergantungan.
·
Hukum
selalu menyesuaikan diri pada perubahan.
·
Hukum
berfungsi sebagai alat mengabdi pada perubahan sosial.
2.
“Hukum
dapat menciptakan perubahan dalam masyarakat” maka setelah adanya perubahan hukum , baru
perilaku masyarakat yang berubah mengikuti hukum tersebut.
Cirri-ciri dari paradigma kedua ini adalah:
·
Hukum
berorientasi pada masa depan.
·
Hukum
merupakan alat untuk merekayasa masyarakat.
·
Hukum
merupakan alat untuk merubah masyarakat secara langsung.
Mengenai paradigma perubahan sosial dan perubahan hukum, khusunya
di Indonesia banyak melahirkan hukum baru tentunya. Baik sebelum adanya perubahan
hukum tersebut mengalami usulan-usulan dari masyarakat ataupun langsung adanya
perubahan dari pemerintah sendiri. Seperti halnya yang telah terjadi baru-baru ini, kejadian yang sangat
mencengangkan publik mengenai pemberontakan yang dilakukan oleh Sopir Taksi Vs
Ojek Online (Go-Jek) yang digadang sebagai akibat dari ketidaktegasan
pemerintah.
Go-Jek merupakan sebuah perusahaan transportasi asal Indonesia yang
melayani angkutan melalui jasa ojek. Perusahaaan ini didirikan pada tahun 2010
oleh Nadiem Makarim. Dengan menyediakan layanan di beberapa kota besar di
Indonesia, diantaranya: Jabodetabek, Bali, Bandung, Surabaya, Makassar, Medan,
Palembang, Semarang, Yogyakarta, Dan Balikpapan. Kontroversi yang terjadi
dengan menjamurnya penggunaan jas Go-Jek membuat kecemburuan sosial di antara
tukang ojek pengkalan, selain itu juga mengenai tarif Go-Jek yang lebih murah karena dihitung pasti dan ditentukan
lewat aplikasi sehingga tidak perlu tawar menawar. Dengan menjamurnya layanan Go-Jek di
Jabodetabek membuat perusahaan layanan transportasi pemesanan taksi asal
Malaysia, GrabTaxi, meluncurkan pula aplikasi yang serupa Go-Jek yaitu dengan
nama GrabBike yang diluncurkan pada bulan Mei 2015.
Yang menjadi permasalahan adalah mengenai sistem online serta tarif
harga yang diterapkan Go-Jek sehingga memicu terjadinya konflik horizontal
antara para pelayan angkutan umum, seperti taksi-taksi yang beroperasi di
daerah Jabodetabek, karena mereka tentunya kalah saing dengan Go-Jek. Sebagai
penumpang tentunya kita berhak memilih mana yang menurut kita lebih efisien,
baik dalam segi waktu tempuh, dan ekonomi. Oleh karena itu sebagai sistem
angkutan yang lebih inovatif tentunya
lebih disukai oleh masyarakat. Di sisilain, zaman yang serba canggih ini semua
manusia pasti menghendaki kemudahan, seperti halnya untuk memesan angkutan umum
kebanyakan sudah memilih memesan menggunakan Android dengan aplikasi Go-Jek.
Sebagai gejolak yang muncul pada Selasa (22/03/2016), ditandai
dengan bentrokan hebat yang terjadi di Jakarta antara pengemudi Ojek Online Vs
Taksi , sebagai akibat dari ketidaktegasan pemerintah untuk melindungi para
pengemudi online.
Pengamat transportasi dari Universitas Tarumanegara Leksmono Suryo
Putranto mengatakan, tidak ada yang mengira bila unjuk rasa sopir angkutan umum
konvensional berujung pada konflik horizontal sesama pengemudi. Menurut
Leksmono, ini merupakan dampak dari belum adanya sikap tegas pemerintah
terhadap perkembangan angkutan beraplikasi. "Konflik horizontal ini sudah
lama terjadi. Konflik hari ini cermin dari ketidaktahanan para sopir.
Pemerintah harus segera bersikap tegas," kata Leksmono saat dihubungi
Sindonews, Selasa(22/3/2016). Ketua Penelitian dan Pengembangan Dewan
Transportasi Kota Jakarta (Libang DTKJ) itu menuturkan, hal yang mendasari
konflik horizontal antar-pengemudi ini adalah ketidaksamaan tarif, bukan
aplikasi saja. Sebab, sebelum adanya Uber, Grab dan sebagainya, sejumlah
perusahaan taksi sudah mengadopsi aplikasi. Artinya, kata dia, solusinya
bukanlah menutup alikasi. Satu-satunya yang bisa dilakukan yakni menyamakan
seluruh tarif, sehingga masyarakat tetap bisa diuntungkan.
Sebagai jawaban dari permasalahan yang terjadi, maka pemerintah
melalui Kementrian Perhubungan dan Trasnportasi secara resmi mengeluarkan
aturan untuk angkutan beraplikasi guna memberikan suatu kelegalan atas
kemunculannya di tengah-tengah kemajuan zaman. Aturan tersebut dirangkum dalam
Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub)
No. 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan
Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek sebagai penggantai Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003.
"Permen
itu mengatur angkutan tidak dalam trayek, seperti taksi, angkutan sewa, carter,
pariwisata, dan lainnya," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji
Hartanto Iskandar kepada Kompas Tekno, Rabu(20/4/2016). "Adapun
taksi online wajib mendaftarkan diri dan nama dalam STNK harus berbadan
hukum atau sesuai UU No 22 Tahun 2009, Pasal 139 ayat 4,” katanya. Penyelenggaraan
taksi online atau angkutan berbasis aplikasi dijabarkan lebih lanjut
dalam Bab IV tentang Penyelenggaraan Angkutan Umum dengan Aplikasi Berbasis
Teknologi Informasi. Salah satunya menyebutkan bahwa perusahaan jasa angkutan
tidak dalam trayek, misalnya taksi, diperbolehkan memakai aplikasi. Penyediaan
aplikasi bisa dilakukan sendiri atau bekerja sama dengan perusahaan aplikasi
yang sudah berbadan hukum Indonesia. Sistem pembayaran angkutan tersebut juga
boleh disematkan sekaligus dalam aplikasi asalkan tetap mengikuti ketentuan di
bidang informasi dan transaksi elektronik. Bila perusahaan angkutan umum,
seperti taksi bekerja sama dengan perusahaan aplikasi, perusahaan aplikasi
tidak boleh bertindak sebagai penyelenggara angkutan. Maksudnya, perusahaan
aplikasi tidak boleh mengatur tarif, merekrut pengemudi, dan menentukan besaran
penghasilan pengemudi. Perusahaan penyedia aplikasi, misalnya Uber dan Grab
dengan layanan GrabTaxi, juga diwajibkan memberi akses monitoring
pelayanan, data semua perusahaan angkutan umum yang bekerja sama, data semua
kendaraan dan pengemudi, dan alamat kantornya sendiri. Perusahaan aplikasi yang
menyediakan jasa angkutan orang menggunakan kendaraan bermotor diwajibkan
mengikuti ketentuan pengusahaan angkutan umum yang dimuat dalam Pasal 21, 22,
dan 23 Permen No 32 Tahun 2016. Ketentuan tersebut antara lain meminta
perusahaan aplikasi mendirikan badan hukum Indonesia. Bentuk badan hukum yang
diakui adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perseroan
terbatas, atau koperasi. Perusahaan aplikasi juga diminta untuk
menyelenggarakan izin angkutan orang tidak dalam trayek. Syaratnya antara lain
mesti memiliki minimal lima kendaraan atas nama perusahaan, lulus uji berkala,
memiliki pul dan bengkel, serta pengemudi harus memiliki surat izin mengemudi
(SIM). Pudji menambahkan, aturan tersebut berlaku efektif dalam waktu enam
bulan mendatang. Permen Nomor 32 Tahun 2016 disahkan pada Maret 2016 lalu dan
mulai berlaku pada September 2016. "Sekarang kami sedang sosialisasi
mengenai Permen 32 Tahun 2016. Jadi, ini bertujuan mewujudkan transportasi aman
dan nyaman untuk masyarakat," katanya. Aturan tersebut dirangkum dalam
laman publikasi produk hukum di situs resmi Kemenhub. Permen No 32 Tahun 2016
berlaku sebagai pengganti Keputusan Menteri Nomor 35 Tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.
Dari contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kejadian tersebut
dapat digolongkan ke dalam paradigma perubahan sosial dan perubahan hukum,
karena hukum sebagai pelayan kebutuhan masyarakat, dengan adanya peraturan baru
yang muncul, yaitu Permenhub Nomor 32 tahun
2016 sebagai pengganti Permenhub Nomor 35 tahun 2003 dengan ditandai adanya
usulan-usulan dari masyarakat berupa demo yang menginginkan perubahan, karena
peraturan lama dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga
dibuatkan Peraturan baru yang sesuai dengan perkembangan masyarakat di era ini.
Dengan adanya perubahan Peraturan ini, maka hukum tentunya dapat menciptakan
perubahan masyarakat. Setelah lahirnya Permenhub yang baru (Nomor 32 tahun
2016), yang disahkan pada Bulan Maret 2016 dan selambat-lambatnya Peraturan ini
berlaku pada Bulan September 2016. Maka
awal Bulan September ini, masyarakat tentunya telah berubah perilaku
kebiaasaannya dengan bebas memilih angkutan umum, baik yang beraplikasi maupun
tidak. Karena adanya keputusan terbaru mengenai angkutan umum beraplikasi
(Permenhub Nomor 32 tahun 2016) maka tidak ada lagi kekhawatiran untuk
menikmati layanan tersebut, karena sudah ada legal hukum yang melindunginya. Sehungga
dengan adanya perubahan hukum ini, maka hukum pun telah merubah perilaku dari
masyarakat.
Referensi:
Kemenhub%20Keluarkan%20Aturan%20Transportasi%20Berbasis%20Aplikasi%20-%20Kompas.com.htm
Zulfatun Ni’mah, Sosiologi Hukum Sebuah
Pengantar,(Yogyakarta:Teras,2012).
Nilai 90
BalasHapus