Sabtu, 02 April 2016

Pemberlakuan Hukum dalam Stratifikasi Sosial



Perbandingan Hukum Antara Orang Kelas Atas dengan Kelas Bawah dalam Stratifikasi Sosial

Secara harfiah stratifikasi berasal dari bahasa latin stratum yang bermakna tingkatan. Sehingga stratifikasi sosial adalah perbedaan individu atau kelompok dalam masyarakat yang menempatkan seseorang pada kelas-kelas sosial yang berbeda-beda secara hierarki dan memberikan hak serta kewajiban yang berbeda-beda pula antara individu pada lapisan sosial lainnya.
Pada umumnya stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Menurut Patirim Sorokin, sistem stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, yang diwujudkan dalam kelas tinggi, kelas sedang, bahkan kelas rendah. Dan itu merupakan ciri yang tetap dan umum pada masyarakat yang  hidup teratur.
Stratifikasi sosial dapat diperoleh melalui usaha-usaha tertentu misalnnya: Strtifikasi dalam bidang pendidikan, Stratifikasi dalam bidang pekerjaan, dan Stratifikasi dalan bidang ekonomi (kelas sosial). Stratifikasi sosial juga dapat diperoleh secara alami, yaitu melalui: Stratifikasi sosial berdasarkan umur, karena senioritas, jenis kelamin, sistem kekerabatan, dan keanggotaan dalam kelompok.
Stratifikasi sosial terdiri dari dua sifat, yaitu terbuka dan tertutup. Stratifikasi sosial bersifat terbuka merupakan sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakat dapat berpindah-pindah dari satu strata atau tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain. Sistem ini terjadi karena: Perbedaan ras dan sistem nilai, pembagian tugas atau spesialisasi, dan kelangkaan hak dan kewajiban. Sedangkan stratifikasi tertutup merupakan stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Di Indonesia sendiri stratifikasi sosial masih digunakan di beberapa  daerah, seperti sistem kasta di Bali, serta golongan darah biru dan golongan rakyat biasa yang umumnya berlaku di Jawa.
Stratifikasi sosial yang terjadi dapat mempengaruhi peralakuan hukum, di dalam masyarakat. Padahal kita semua tahu bahwasannya “semua orang dianggap sama atau setara di mata hukum”. Ini merupakan Asas Equality Before Law yang telah diadopsi sejak masa kolonial lewat Burgelijke Wetboek (KUHPerdata) dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie (KUHDagang) pada tanggal 30 April 1847 melalui Stbl. 1847 No. 23.
Asas persamaan di hadapan hukum merupakan asas di mana terdapat kesetaraan dalam hukum pada setiap individu tanpa adanya pengucilan. Asas kesamaan di dalam hukum bisa dijadikan sebagai standar untuk mengonfirmasi kelompok-kelompok marginal juga kelompok minoritas. Namun karena ketimpangan sumberdaya, baik kekuasaan, modal maupun informasi, asas tersebut sering didominasi oleh kelompok penguasa, pemodal sebagai pelindung atau tameng atas aset dan kekuasaan.
Padahal di dalam Konstitusi dinyatakan tegas bahwasanya adanya kesamaan kedudukan, yaitu dalam Psal 27 ayat 1 “ Segala warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Karena tujuan utama dari adanya asas Equality Before Law adalah menegakan keadilan di mana kesamaan kedudukan berarti hukum sebagai satu entitas tidak membedakan siapapun yang meminta keadilan kepadanya. Diharapkan dengan adanya asas ini tidak terjadi suatu diskriminasi dalam supremasi hukum di Indonesia di mana ada suatu pembeda antara penguasa, si kaya, si miskin, dan rakyat jelata.
Namun pada kenyataannya, dapat dikatakan bahwa di Indonesia hukum itu tumpul di atas dan tajam di bawah. Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil atau kejahatan perdata ringan langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya. Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara pikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusian.
Beberapa kasus hukum yang banyak disoroti karena dapat dijadikan bukti bahwa di Indonesia hukum itu tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Diantaranya adalah:
1.      Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan penjara. Ini adalah salah satu bentuk ketidak adilan hukum di Indonesia. Kasus ini bermula dari pencurian 3 buah kakao yang dilakukan oleh nenek Minah. Walaupun semua tindakan pencurian adalah melanggar hukum, namun jangan lupa bahwa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Bukan memanfaatkan ketidak tahuan dan keawaman tentang hukum dari nenek Minah.
2.      Kasus pencurian sendal jepit yang dilakukan oleh seorang anak berusia 15 tahun yang bernama AAL, karena yang dicuri adalah sendal jepit milik Brigadir (Pol) Ahmad Rusdi, AAL harus menghadap jerat pasal 362 KUHP dengan ancaman maksimal tuntutan 5 tahun penjara. Selain itu AAL di persidangan bukan hanya membantah telah mencuri, tetapi juga mendapat tekanan dan penganiayaan saat pemeriksaan oleh seorang anggota polisi agar mengaku sebagai pelaku pencurian sandal jepit berwarna putih kusam, seharga 30 ribu. Kasus ini sangat tidak adil rasanya tidak sebanding dengan ancaman hukuman lima tahun penjara sementara banyak koruptor  yang dihukum hanya 1,5 tahun bahkan banyak pula yang masih berkeliaran malah tampil menjadi pemimpin di negara kita, ironis bukan.
3.      Kasus Pasutri yang mencuri setandang pisang. Supriono dan Sulastri merupakan pasangan suami istri, ia divonis Pengadilan Negeri Bojonegoro 3,5 bulan karena telah mencuri setandang pisang di pekarangan rumah tetangganya saat ia akan pergi mencari hutangan uang untuk membeli makanan. Kemudian dilaporkan ke kepolisian. Kasus ini menjadi kontroversi, melihat harga pisang tersebut yang hanya 5000 sehingga si terdakwa sampai diproses di meja hijau. Miris sekali ketika kita melihat para koruptor yang kasusnya begitu mudah dilupakan oleh aparat penegak hukum. Apalagi kasus yang melibatkan mantan ketua DPRD Bojonegoro, walau ditindak lanjuti tapi para tersangka tidak dikenai penahanan.
4.      Kasus pencurian dua buah sabun yang dilakuakan oleh kakek yang bernama Sardjo bin Raswad. Akibatnya ia merasakan dinginnya sel tahanan selama 14 hari dengan tubuh rentanya ia harus menjalani sidang bolak-balik dari Tegal ke Cirebon untuk menebus kesalahannya. Di depan jaksa ia mengaku bersalah, dan khilaf serta menundukkan kepalanya. Karena ingin membelinya ia tidak mempunyai uang, sehingga ia tidak membayar barang tersebut ke kasir.

Mengingat dari apa yang telah disampaikan oleh Bu Zulfa dalam mata kuliah sosiologi hukum, dari kasus di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwasannya dalam menetapkan hukuman seorang hakim hendaklah mengkaji terlebih dahulu suatu masalah yang menyebabkan seseorang tersebut terjerat kepada kasus pelanggaran hukum tersebut. Dalam mengkaji suatu kasus maka hakim dapat melihat dari beberapa cara pandang , diantaranya yaitu cara pandang :  Normatif, Filosofis, dan Sosiologis.
Dalam aspek normatif yaitu mengkaji suatu masalah dengan mengarah atau kembali ke Undang-Undang dalam penerapan sanksinya. Dalam aspek Filosofis, yaitu dalam menetapkan hukuman maka harus mengkaji berdasarkan nilai yang bersifat abstrak yang ada di dalam masyarakat seperti keadilan, belas kasihan dalan lain-lain. Sedangkan dalam aspek Sosiologis, melihat dan menyelidiki mengapa pencurian itu terjadi atau kasus tersebut diselidiki sebabnya dengan mempertimbangkan aspek sosial dalam masyarakat.  
Sehingga dapat diperoleh ketika menegakkan hukum jangan hanya menegakkan dengan cara pandang Normatif  saja, melainkan juga harus melalui cara pandang Filosofis dan Sosiologis. Supaya hukum tidak terkesan remeh atau murah di hadapan orang yang berkuasa.   




1 komentar: