Selasa, 17 Mei 2016

Paradigma Perubahan Hukum dan Perubahan Sosial



PARADIGMA PERUBAHAN SOSIAL DAN PERUBAHAN HUKUM

Selo Soemardjan mendefinisikan perubahan sosial sebagaimana yang telah dikutip oleh Soerjono Soekanto mendefinisikan bahwa Perubahan Sosial sebagai segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, yang di dalamnya termasuk nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Cara yang dapat kita gunakan untuk mengenali adanya perubahan sosial, diantaranya yaitu membandingkan dua termin waktu yang berbeda, dengan adanya perubahan di dalam masyarakat dalam dua termin waktu yang berbeda tersebut maka kita dapat membedakan adanya perubahan sosial, apakah sama ataukah berbeda.
Selain itu, adapula faktor-faktor yang melatar belakangi lahirnya perubahan sosial, diantaranya yaitu, penemuan-penemuan baru, perubahan jumlah penduduk, pengaruh dari budaya luar, peperangan, bencana alam, serta konflik.
Paradigma atau cara pandang mengenai perubahan sosial dengan perubahan hukum, sebenarnya sangat menarik untuk dikaji, karena di dalam suatu daerah masyarakat umumnya tidak sedikit yang mengalami perubahan sosial yang mempengaruhi pula perubahan hukum yang berlaku di dalam daerah tersebut. Di sini dijelaskan bahwa ada dua paradigma mengenai perubahan sosial dan perubanahan hukum. Diantaranya yaitu:
1.      “Hukum sebagai pelayan kebutuhan masyarakat” sebagai tujuannya yaitu supaya hukum tidak tertinggal oleh laju perkembangan masyarakat. Maka ketika masyarakat berubah, hukum pun berubah mengikuti perubahan masyarakat tersebut.
Cici-ciri dari paradigma ini adalah:
·         Perubahan hukum atau perubahan sosial tergantung pada sistem karena saling ketergantungan.
·         Hukum selalu menyesuaikan diri pada perubahan.
·         Hukum berfungsi sebagai alat mengabdi pada perubahan sosial.
2.      “Hukum dapat menciptakan perubahan dalam masyarakat”  maka setelah adanya perubahan hukum , baru perilaku masyarakat yang berubah mengikuti hukum tersebut.
Cirri-ciri dari paradigma kedua ini adalah:
·         Hukum berorientasi pada masa depan.
·         Hukum merupakan alat untuk merekayasa masyarakat.
·         Hukum merupakan alat untuk merubah masyarakat secara langsung.

Mengenai paradigma perubahan sosial dan perubahan hukum, khusunya di Indonesia banyak melahirkan hukum baru tentunya. Baik sebelum adanya perubahan hukum tersebut mengalami usulan-usulan dari masyarakat ataupun langsung adanya perubahan dari pemerintah sendiri. Seperti halnya yang telah terjadi  baru-baru ini, kejadian yang sangat mencengangkan publik mengenai pemberontakan yang dilakukan oleh Sopir Taksi Vs Ojek Online (Go-Jek) yang digadang sebagai akibat dari ketidaktegasan pemerintah.
Go-Jek merupakan sebuah perusahaan transportasi asal Indonesia yang melayani angkutan melalui jasa ojek. Perusahaaan ini didirikan pada tahun 2010 oleh Nadiem Makarim. Dengan menyediakan layanan di beberapa kota besar di Indonesia, diantaranya: Jabodetabek, Bali, Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, Palembang, Semarang, Yogyakarta, Dan Balikpapan. Kontroversi yang terjadi dengan menjamurnya penggunaan jas Go-Jek membuat kecemburuan sosial di antara tukang ojek pengkalan, selain itu juga mengenai tarif Go-Jek yang lebih  murah karena dihitung pasti dan ditentukan lewat aplikasi sehingga tidak perlu tawar menawar.  Dengan menjamurnya layanan Go-Jek di Jabodetabek membuat perusahaan layanan transportasi pemesanan taksi asal Malaysia, GrabTaxi, meluncurkan pula aplikasi yang serupa Go-Jek yaitu dengan nama GrabBike yang diluncurkan pada bulan Mei 2015.
Yang menjadi permasalahan adalah mengenai sistem online serta tarif harga yang diterapkan Go-Jek sehingga memicu terjadinya konflik horizontal antara para pelayan angkutan umum, seperti taksi-taksi yang beroperasi di daerah Jabodetabek, karena mereka tentunya kalah saing dengan Go-Jek. Sebagai penumpang tentunya kita berhak memilih mana yang menurut kita lebih efisien, baik dalam segi waktu tempuh, dan ekonomi. Oleh karena itu sebagai sistem angkutan yang lebih inovatif  tentunya lebih disukai oleh masyarakat. Di sisilain, zaman yang serba canggih ini semua manusia pasti menghendaki kemudahan, seperti halnya untuk memesan angkutan umum kebanyakan sudah memilih memesan menggunakan Android dengan aplikasi Go-Jek.
Sebagai gejolak yang muncul pada Selasa (22/03/2016), ditandai dengan bentrokan hebat yang terjadi di Jakarta antara pengemudi Ojek Online Vs Taksi , sebagai akibat dari ketidaktegasan pemerintah untuk melindungi para pengemudi online.
Pengamat transportasi dari Universitas Tarumanegara Leksmono Suryo Putranto mengatakan, tidak ada yang mengira bila unjuk rasa sopir angkutan umum konvensional berujung pada konflik horizontal sesama pengemudi.  Menurut Leksmono, ini merupakan dampak dari belum adanya sikap tegas pemerintah terhadap perkembangan angkutan beraplikasi. "Konflik horizontal ini sudah lama terjadi. Konflik hari ini cermin dari ketidaktahanan para sopir. Pemerintah harus segera bersikap tegas," kata Leksmono saat dihubungi Sindonews, Selasa(22/3/2016). Ketua Penelitian dan Pengembangan Dewan Transportasi Kota Jakarta (Libang DTKJ) itu menuturkan, hal yang mendasari konflik horizontal antar-pengemudi ini adalah ketidaksamaan tarif, bukan aplikasi saja. Sebab, sebelum adanya Uber, Grab dan sebagainya, sejumlah perusahaan taksi sudah mengadopsi aplikasi. Artinya, kata dia, solusinya bukanlah menutup alikasi. Satu-satunya yang bisa dilakukan yakni menyamakan seluruh tarif, sehingga masyarakat tetap bisa diuntungkan.
Sebagai jawaban dari permasalahan yang terjadi, maka pemerintah melalui Kementrian Perhubungan dan Trasnportasi secara resmi mengeluarkan aturan untuk angkutan beraplikasi guna memberikan suatu kelegalan atas kemunculannya di tengah-tengah kemajuan zaman. Aturan tersebut dirangkum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub)  No. 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek sebagai penggantai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003.
 "Permen itu mengatur angkutan tidak dalam trayek, seperti taksi, angkutan sewa, carter, pariwisata, dan lainnya," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto Iskandar kepada Kompas Tekno, Rabu(20/4/2016). "Adapun taksi online wajib mendaftarkan diri dan nama dalam STNK harus berbadan hukum atau sesuai UU No 22 Tahun 2009, Pasal 139 ayat 4,” katanya. Penyelenggaraan taksi online atau angkutan berbasis aplikasi dijabarkan lebih lanjut dalam Bab IV tentang Penyelenggaraan Angkutan Umum dengan Aplikasi Berbasis Teknologi Informasi. Salah satunya menyebutkan bahwa perusahaan jasa angkutan tidak dalam trayek, misalnya taksi, diperbolehkan memakai aplikasi. Penyediaan aplikasi bisa dilakukan sendiri atau bekerja sama dengan perusahaan aplikasi yang sudah berbadan hukum Indonesia. Sistem pembayaran angkutan tersebut juga boleh disematkan sekaligus dalam aplikasi asalkan tetap mengikuti ketentuan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Bila perusahaan angkutan umum, seperti taksi bekerja sama dengan perusahaan aplikasi, perusahaan aplikasi tidak boleh bertindak sebagai penyelenggara angkutan. Maksudnya, perusahaan aplikasi tidak boleh mengatur tarif, merekrut pengemudi, dan menentukan besaran penghasilan pengemudi. Perusahaan penyedia aplikasi, misalnya Uber dan Grab dengan layanan GrabTaxi, juga diwajibkan memberi akses monitoring pelayanan, data semua perusahaan angkutan umum yang bekerja sama, data semua kendaraan dan pengemudi, dan alamat kantornya sendiri. Perusahaan aplikasi yang menyediakan jasa angkutan orang menggunakan kendaraan bermotor diwajibkan mengikuti ketentuan pengusahaan angkutan umum yang dimuat dalam Pasal 21, 22, dan 23 Permen No 32 Tahun 2016. Ketentuan tersebut antara lain meminta perusahaan aplikasi mendirikan badan hukum Indonesia. Bentuk badan hukum yang diakui adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perseroan terbatas, atau koperasi. Perusahaan aplikasi juga diminta untuk menyelenggarakan izin angkutan orang tidak dalam trayek. Syaratnya antara lain mesti memiliki minimal lima kendaraan atas nama perusahaan, lulus uji berkala, memiliki pul dan bengkel, serta pengemudi harus memiliki surat izin mengemudi (SIM). Pudji menambahkan, aturan tersebut berlaku efektif dalam waktu enam bulan mendatang. Permen Nomor 32 Tahun 2016 disahkan pada Maret 2016 lalu dan mulai berlaku pada September 2016. "Sekarang kami sedang sosialisasi mengenai Permen 32 Tahun 2016. Jadi, ini bertujuan mewujudkan transportasi aman dan nyaman untuk masyarakat," katanya. Aturan tersebut dirangkum dalam laman publikasi produk hukum di situs resmi Kemenhub. Permen No 32 Tahun 2016 berlaku sebagai pengganti Keputusan Menteri Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum.
Dari contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kejadian tersebut dapat digolongkan ke dalam paradigma perubahan sosial dan perubahan hukum, karena hukum sebagai pelayan kebutuhan masyarakat, dengan adanya peraturan baru yang muncul, yaitu  Permenhub Nomor 32 tahun 2016 sebagai pengganti Permenhub Nomor 35 tahun 2003 dengan ditandai adanya usulan-usulan dari masyarakat berupa demo yang menginginkan perubahan, karena peraturan lama dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga dibuatkan Peraturan baru yang sesuai dengan perkembangan masyarakat di era ini. Dengan adanya perubahan Peraturan ini, maka hukum tentunya dapat menciptakan perubahan masyarakat. Setelah lahirnya Permenhub yang baru (Nomor 32 tahun 2016), yang disahkan pada Bulan Maret 2016 dan selambat-lambatnya Peraturan ini berlaku  pada Bulan September 2016. Maka awal Bulan September ini, masyarakat tentunya telah berubah perilaku kebiaasaannya dengan bebas memilih angkutan umum, baik yang beraplikasi maupun tidak. Karena adanya keputusan terbaru mengenai angkutan umum beraplikasi (Permenhub Nomor 32 tahun 2016) maka tidak ada lagi kekhawatiran untuk menikmati layanan tersebut, karena sudah ada legal hukum yang melindunginya. Sehungga dengan adanya perubahan hukum ini, maka hukum pun telah merubah perilaku dari masyarakat.


Referensi:
Kemenhub%20Keluarkan%20Aturan%20Transportasi%20Berbasis%20Aplikasi%20-%20Kompas.com.htm
Zulfatun Ni’mah, Sosiologi Hukum Sebuah Pengantar,(Yogyakarta:Teras,2012).


Sabtu, 02 April 2016

Pemberlakuan Hukum dalam Stratifikasi Sosial



Perbandingan Hukum Antara Orang Kelas Atas dengan Kelas Bawah dalam Stratifikasi Sosial

Secara harfiah stratifikasi berasal dari bahasa latin stratum yang bermakna tingkatan. Sehingga stratifikasi sosial adalah perbedaan individu atau kelompok dalam masyarakat yang menempatkan seseorang pada kelas-kelas sosial yang berbeda-beda secara hierarki dan memberikan hak serta kewajiban yang berbeda-beda pula antara individu pada lapisan sosial lainnya.
Pada umumnya stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Menurut Patirim Sorokin, sistem stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat, yang diwujudkan dalam kelas tinggi, kelas sedang, bahkan kelas rendah. Dan itu merupakan ciri yang tetap dan umum pada masyarakat yang  hidup teratur.
Stratifikasi sosial dapat diperoleh melalui usaha-usaha tertentu misalnnya: Strtifikasi dalam bidang pendidikan, Stratifikasi dalam bidang pekerjaan, dan Stratifikasi dalan bidang ekonomi (kelas sosial). Stratifikasi sosial juga dapat diperoleh secara alami, yaitu melalui: Stratifikasi sosial berdasarkan umur, karena senioritas, jenis kelamin, sistem kekerabatan, dan keanggotaan dalam kelompok.
Stratifikasi sosial terdiri dari dua sifat, yaitu terbuka dan tertutup. Stratifikasi sosial bersifat terbuka merupakan sistem stratifikasi di mana setiap anggota masyarakat dapat berpindah-pindah dari satu strata atau tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain. Sistem ini terjadi karena: Perbedaan ras dan sistem nilai, pembagian tugas atau spesialisasi, dan kelangkaan hak dan kewajiban. Sedangkan stratifikasi tertutup merupakan stratifikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Di Indonesia sendiri stratifikasi sosial masih digunakan di beberapa  daerah, seperti sistem kasta di Bali, serta golongan darah biru dan golongan rakyat biasa yang umumnya berlaku di Jawa.
Stratifikasi sosial yang terjadi dapat mempengaruhi peralakuan hukum, di dalam masyarakat. Padahal kita semua tahu bahwasannya “semua orang dianggap sama atau setara di mata hukum”. Ini merupakan Asas Equality Before Law yang telah diadopsi sejak masa kolonial lewat Burgelijke Wetboek (KUHPerdata) dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie (KUHDagang) pada tanggal 30 April 1847 melalui Stbl. 1847 No. 23.
Asas persamaan di hadapan hukum merupakan asas di mana terdapat kesetaraan dalam hukum pada setiap individu tanpa adanya pengucilan. Asas kesamaan di dalam hukum bisa dijadikan sebagai standar untuk mengonfirmasi kelompok-kelompok marginal juga kelompok minoritas. Namun karena ketimpangan sumberdaya, baik kekuasaan, modal maupun informasi, asas tersebut sering didominasi oleh kelompok penguasa, pemodal sebagai pelindung atau tameng atas aset dan kekuasaan.
Padahal di dalam Konstitusi dinyatakan tegas bahwasanya adanya kesamaan kedudukan, yaitu dalam Psal 27 ayat 1 “ Segala warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Karena tujuan utama dari adanya asas Equality Before Law adalah menegakan keadilan di mana kesamaan kedudukan berarti hukum sebagai satu entitas tidak membedakan siapapun yang meminta keadilan kepadanya. Diharapkan dengan adanya asas ini tidak terjadi suatu diskriminasi dalam supremasi hukum di Indonesia di mana ada suatu pembeda antara penguasa, si kaya, si miskin, dan rakyat jelata.
Namun pada kenyataannya, dapat dikatakan bahwa di Indonesia hukum itu tumpul di atas dan tajam di bawah. Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil atau kejahatan perdata ringan langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya. Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara pikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusian.
Beberapa kasus hukum yang banyak disoroti karena dapat dijadikan bukti bahwa di Indonesia hukum itu tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Diantaranya adalah:
1.      Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan penjara. Ini adalah salah satu bentuk ketidak adilan hukum di Indonesia. Kasus ini bermula dari pencurian 3 buah kakao yang dilakukan oleh nenek Minah. Walaupun semua tindakan pencurian adalah melanggar hukum, namun jangan lupa bahwa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Bukan memanfaatkan ketidak tahuan dan keawaman tentang hukum dari nenek Minah.
2.      Kasus pencurian sendal jepit yang dilakukan oleh seorang anak berusia 15 tahun yang bernama AAL, karena yang dicuri adalah sendal jepit milik Brigadir (Pol) Ahmad Rusdi, AAL harus menghadap jerat pasal 362 KUHP dengan ancaman maksimal tuntutan 5 tahun penjara. Selain itu AAL di persidangan bukan hanya membantah telah mencuri, tetapi juga mendapat tekanan dan penganiayaan saat pemeriksaan oleh seorang anggota polisi agar mengaku sebagai pelaku pencurian sandal jepit berwarna putih kusam, seharga 30 ribu. Kasus ini sangat tidak adil rasanya tidak sebanding dengan ancaman hukuman lima tahun penjara sementara banyak koruptor  yang dihukum hanya 1,5 tahun bahkan banyak pula yang masih berkeliaran malah tampil menjadi pemimpin di negara kita, ironis bukan.
3.      Kasus Pasutri yang mencuri setandang pisang. Supriono dan Sulastri merupakan pasangan suami istri, ia divonis Pengadilan Negeri Bojonegoro 3,5 bulan karena telah mencuri setandang pisang di pekarangan rumah tetangganya saat ia akan pergi mencari hutangan uang untuk membeli makanan. Kemudian dilaporkan ke kepolisian. Kasus ini menjadi kontroversi, melihat harga pisang tersebut yang hanya 5000 sehingga si terdakwa sampai diproses di meja hijau. Miris sekali ketika kita melihat para koruptor yang kasusnya begitu mudah dilupakan oleh aparat penegak hukum. Apalagi kasus yang melibatkan mantan ketua DPRD Bojonegoro, walau ditindak lanjuti tapi para tersangka tidak dikenai penahanan.
4.      Kasus pencurian dua buah sabun yang dilakuakan oleh kakek yang bernama Sardjo bin Raswad. Akibatnya ia merasakan dinginnya sel tahanan selama 14 hari dengan tubuh rentanya ia harus menjalani sidang bolak-balik dari Tegal ke Cirebon untuk menebus kesalahannya. Di depan jaksa ia mengaku bersalah, dan khilaf serta menundukkan kepalanya. Karena ingin membelinya ia tidak mempunyai uang, sehingga ia tidak membayar barang tersebut ke kasir.

Mengingat dari apa yang telah disampaikan oleh Bu Zulfa dalam mata kuliah sosiologi hukum, dari kasus di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwasannya dalam menetapkan hukuman seorang hakim hendaklah mengkaji terlebih dahulu suatu masalah yang menyebabkan seseorang tersebut terjerat kepada kasus pelanggaran hukum tersebut. Dalam mengkaji suatu kasus maka hakim dapat melihat dari beberapa cara pandang , diantaranya yaitu cara pandang :  Normatif, Filosofis, dan Sosiologis.
Dalam aspek normatif yaitu mengkaji suatu masalah dengan mengarah atau kembali ke Undang-Undang dalam penerapan sanksinya. Dalam aspek Filosofis, yaitu dalam menetapkan hukuman maka harus mengkaji berdasarkan nilai yang bersifat abstrak yang ada di dalam masyarakat seperti keadilan, belas kasihan dalan lain-lain. Sedangkan dalam aspek Sosiologis, melihat dan menyelidiki mengapa pencurian itu terjadi atau kasus tersebut diselidiki sebabnya dengan mempertimbangkan aspek sosial dalam masyarakat.  
Sehingga dapat diperoleh ketika menegakkan hukum jangan hanya menegakkan dengan cara pandang Normatif  saja, melainkan juga harus melalui cara pandang Filosofis dan Sosiologis. Supaya hukum tidak terkesan remeh atau murah di hadapan orang yang berkuasa.   




Selasa, 29 Maret 2016

Mengidentifikasi Organisasi Sebagai Lembaga Sosial & Membedah Kaidah-Kaidah Sosial



1.      Mengidentifikasi Organisasi Sebagai Lembaga Sosial

BAITUL MAAL HIDAYATULLAH (BMH)
Jl.  Dr. Soetomo No. 41 Tulungagung

Lembaga sosial atau dikenal juga sebagai lembaga kemasyarakatan, salah satu lembaga yang mengatur rangkaian tata cara dan prosedur dalam melakukan hubungan antar manusia saat mereka menjalani kehidupan bermasyarakat dengan tujuan mendapatkan keteraturan hidup.
Pengertian istilah lembaga sosial dalam bahasa inggris adalah social institution. Menurut Koentjaraningrat Lembaga sosial merupakan satuan norma khusus yang menata serangkaian tindakan yang berpola untuk keperluan khusus manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut J.P Gillin di dalam karyanya yang berjudul “Ciri-ciri Umum Lembaga Sosial (General Future of Social Institution), menguraikan sebagai berikut:
1.      Lembaga sosial adalah organisasi pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya. Ia terdiri atas kebiasaan-kebiasaan, tata kelakuan, dan unsur-unsur kebudayaan lain yang terkandung dalam suatu unit yang fungsional.
2.      Lembaga sosial juga dicirikan oleh suatu tingkat kekekalan tertentu. Oleh karena lembaga sosial merupakan himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok, maka sudah sewajarnya apabila terus dipelihara dan dibakukan.
3.      Lembaga sosial memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu. Lembaga pendidikan sudah pasti memiliki  beberapa tujuan, demikian juga lembaga perkawinan, perbankan, agama, dan lain-lain.
4.      Terdapat alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga sosial. Misalnya, rumah untuk lembaga keluarga serta masjid, gereja, pura, dan wihara untuk lembaga agama.
5.      Lembaga sosial biasanya juga ditandai oleh lambang-lambang atau symbol-simbol tertentu. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambar tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.
6.      Lembaga sosial memiliki tradisi tertulis dan tidak tertulis yang merumuskan tujuan, tata tertib, dan lain-lain.
Soerjono Soekanto, mengemukakan beberapa fungsi lembaga sosial, diantaranya yaitu:
1.      Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bersikap atau bertingkah laku dan menghadapi masalah-masalah yang muncul atau berkembang di lingkungan masyarakat, termasuk yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan.
2.      Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan.
3.      Memberikan pengarahan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial, yaitu sistem pengawasan masyarakat terhadap anggota-anggotanya.
Berdasarkan uraian di atas apabila kita sesuaikan dengan lembaga yang ada di Tulungagung, seperti Baitul Maal Hidayatullah, maka lembaga tersebut dapat kita sebut sebagai lembaga sosial, karena lembaga tersebut sudah dapat memenuhi dari ke enam ciri-ciri umum lembaga sosial, dengan uraian sebagai berikut.
·         Baitul Maal Hidayatullah (BMH) adalah lembaga di bawah organisasi massa Hidayatullah yang diberi amanah untuk mengelola dana ummat dan pada tahun 2001. BMH, dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional melalui SK Menteri Agama No. 538. Sebagai bukti bahwa kepercayaan masyarakat semakin besar. Kiprah BMH sebagai lembaga yang concern terhadap persoalan sosial kemasyarakatan telah dirasakan oleh masyarakat luas hampir diseluruh pelosok nusantara dengan tersalurkannya puluhan milliar rupiah. Dana tersebut terdiri dari berbagai kalangan masyarakat baik perorangan maupun kolektif. Baitul Maal Hidayatullah mempunyai Visi, Misi, dan Motto sebagai berikut:
Visi:
Ø  Menjadi   lembaga   amil   zakat   yang   terdepan   dan   terpercaya   dalam memberikan pelayanan pada ummat.
Misi:
Ø  Meningkatkan kesandaran ummat untuk melaksanakan kewajiban zakat dan peduli pada sesama
Ø  Mengangkat kaum lemah (dhuafa) dari kebodohan dan kemiskinan menujukemuliaan dan kesejahteraan
Ø  Menyebarkan syiar Islam dalam mewujudkan peradaban Islam

MOTO :“Tebarkan Rahmat Berdayakan Ummat”

·         Eksistensi Baitul Maal Hidayatullah tidak bisa lepas dari induknya yaitu Pesantren Hidayatullah. Pesantren yang lahir dari sebuah keprihatinan yang mendalam melihat kondisi ummat yang ada. Dengan bermodalkan tekat, semangat yang membara tujuh anak muda yang dipimpin Ust. Abdullah Said (Alm) memulai sejarah di rimba Kalimantan Timur, tanpa ada dukungan yang berarti, hingga akhirnya tercipta. Hidayatullah telah mewujud menjadi salah satu elemen anak bangsa yang terus berkembang dengan 200 jaringan yang tersebar di seantero nusantara dari Sabang hingga Merauke. Hingga akhirnya pada tahun 2001, Baitul Maal Hidayatullah (BMH) resmi dikukuhkan sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional, hingga waktu yang tidak ditentukan atau tidak di batasi.
·         Tujuan dari lembaga ini jelas sekali, diantaranya yaitu mensejahterakan ummat yang kurang mampu,khususnya ummat muslim melalui dana yang dikumpulkan baik dari dana zakat, wakaf, hibah, infaq, dan dana kemasyarakatan lainnya , yang diproduktifkan. Kemudian dalam hal penyalurannya dapat diwujudkan melalui bermacam-macam jalur, diantaranya:
Ø  Dalam Bidang Dakwah (Dai Tangguh, Syi’ar dan Dakwah, dan Sejuta Wakaf Al-quran).
Ø  Bidang Pendidikan (Beasiswa Anak Indonesia, Sentra Ilmu, dan Wisata Edukasi Kreasi).
Ø  Ekonomi (Mandiri Berkah, BMT Nusantara dan Pesantren Berdaya).
Ø  Sosial (Qurban, Sidak Sehat, Bahagiakan Yatim Dhuafa, Aksi Tanggap Kebencanaan, Layanan Masyarakat Nusantara)
·         Dalam menunjang beberapa program dari Baitul Maal Hidayatullah, tentunya dibutuhkan beberapa alat ataupun fasilitas, diantaranya yaitu: Gedung atau kantor  (Jl.  Dr. Soetomo No. 41 Tulungagung), pegawai, peralatan kantor (meja,computer, kotak dana, ATK, dll).
·         Sebagai lembaga sosial Baitul Maal Hidayatullah tentunya mempunyai lambang secara simbolis, dengan menggambarkan tujuan dan fungsi dari lembaga tersebut. Lambang Baitul Maal Hidayatullah seperti berikut ini:

 

·         Sebagai lembaga sosial, BMH pun juga mempunyai sebuah tradisi yang merumuskan tujuan, tata tertib, dan lain sebagainnya. Seperti: apabila ingin memberikan dana maka harus menghubungi pihak BMH, datang ke kantor, ataupun memanggil pihak BMH untuk menjemput dana.
Dengan demikian, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya Baitul Mall Hidayatullah dapat kita golongkan kepada lembaga sosial, karena telah memenuhi ke enam dari ciri-ciri umum lembaga sosial.

2.      Mengidentifikasi Kaidah-kaidah Sosial

Kaidah Sosial adalah ketentuan-ketentuan tentang baik buruk perilaku manusia di tengah pergaulan hidupnya dan peraturan hidup yang mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat, dengan menentukan perangkat-perangkat yang bersifat perintah dan anjuran serta larangan-larangan.
·         Kaidah Hukum
Adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia. apabila terjadi pelanggaran maka sanksi berasal dari masyarakat yang diwakili oleh lembaga penguasa (pemerintah atau badan hukum).
·         Kaidah Kesusilaan
Menurut Sudikno Mertokusumo (1986:7) “kaidah kesusilaan berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia”. Sebagaimana layaknya manusia, kehidupan pribadi merupakan hal yang sangat diproteksi dari dalam diri, hingga untuk mengetahui isi hati seseorang  hanya pribadi orang dan Tuhannya yang mengetahui. Apabila ada pelanggaran maka sanksinya berasal dari diri sendiri.
·         Kaidah Agama
Merupakan kepercayaan manusia akan tingkah lakunya yang berhubungan dengan dunia akhirat yang bersumber dari Tuhan. Manakala perbuatan yang dilakukan tersebut menyimpang dari sebuah ajaran-ajaran agama maka manusia tersebut akan menanggung dosanya kelak di akhirat.
·         Kaidah Kesopanan
Menurut Sudikno Mertokusumo (1986:7) adalah suatu hal yang di dasarkan atas kebiasaan, kepatuhan, atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Salah asatu perbedaan yang paling mendasar di mana kaidah kesopanan ditujukan pada sikap lahir manusia, demi penyempurnaan dan ketertiban dalam masyarakat. Sanksi dari kaidah kesopanan berwujud teguran, cemoohan, celaan, pengucilan, dan sejenisnya yang tidak dilakukan oleh masyarakat secara teroganisir, melainkan dilakukan sendiri-sendiri.
Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama dan kesusilaan dapat ditinjau dari beberapa segi sebagai berikut:
Ø  Ditinjau dari segi tujuannya, kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya.sedangkan kaidah agama dan kesusilaan bertujuan untuk memperbaiki pribadi agar menjadi manusia ideal.
Ø  Ditinjau dari sasarannya: kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia dan diberi sanksi bagi setiap yang melanggarnya, sedangkan kaidah agama dan kesusilaan mengatur sikap batin manusia sebagai pribadi.
Ø  Ditinjau dari sumber sanksinya, kaidah hukum dan kaidah agama sumber sanksinya berasal dari luar dan bersifat memaksa oleh kekuasaan yang berasal dari luar diri manusia. sedangkan kaidah kesusilaan sanksinya berasal dari diri manusia itu sendiri.
Ø  Ditinjau dari isinya, kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban  sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja.
Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan:
Ø  Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban sedangkan kaidah kesopanan hanya memberi kewajiban saja.
Ø  Sanksi kaidah hukum dipakhsakan dari masyarakat secara resmi (negara) sedangkan sanksi kaidah kesopanan dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
Perbedaan antara kaidah kesopanan dengan kaidah agama dan kaidah kesusilaan:
Ø  Asal kaidah kesopanan dari luar diri manusia, kaidah agama dan kaidah kesusilaan berasal dari pribadi manusia.
Ø  Kaidah kesopanan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap lahir manusia, kaidah agama dan kaidah kesusilaan berisi aturan yang ditujikan kepada sikap batin manusia.
Ø  Tujuan kaidah kesopanan menertibkan masyarakat supaya tidak ada korban, kaidah agama dan kesusilaan bertujuan menyempurnakan manusia supaya tidak menjadi manusia jahat.

Contoh Kaidah-kaidah:
·         Kaidah Hukum
1.      Harus Memakai Helm
2.      Harus Membawa SIM
3.      Mentaati Rambu-rambu Lalu Lintas
4.      Jika Tidak Ada Kata-kata Belok Kiri Langsung Maka Tidak Boleh Belok
5.      Tidak Boleh Mencuri
6.      Tidak Boleh Membunuh Orang Yang Tidak Bersalah Dengan Sengaja
7.      Tidak Boleh Melakukan Penganiayaan
8.      Tidak Boleh Mencopet
9.      Tidak Boleh Merampas Harta Orang Lain
10.  Tidak Boleh Menggunakan Hp Pada Saat Berkendara
11.  Memakai Sabuk Pengaman
12.  Harus Menyalakan Lampu Kendaraan Khususnya Sepeda Motor
13.  Harus Memakai Jalur Kiri
14.  Tidak Boleh Melakukan Tindakan Asusila
15.  Tidak Boleh Melakukan KDRT
16.  Tidak Boleh Mengingkari Perjanjian Yang Sudah Disepakati
17.  Tidak Boleh Berbohong Ketika Menjadi Saksi
18.  Tidak Boleh Membegal
19.  Harus Membayar Pajak Kepada Negara
20.  Boleh Menikah Setelah Umur Minimal 16 Tahun Bagi Wanita

·         Kaidah Kesusilaan
1.      Merasa Malu Saat Tidak Memakai Baju, Kecuali Ketika Sedang Berada Di Kamar Mandi
2.      Merasa Malu, Ketika Menjadi Bendahara Kemudian  Diketahui Mengutil Uang
3.      Merasa Malu Ketika Ketahuan Mencontek Saat Ujian
4.      Merasa Gugup dan Malu Ketika Belum Menguasai Materi Saat Disuruh Presentasi
5.      Merasa Malu Ketika Memakai Pakaian Yang Terlalu Ketat Sampai Bentuk Tubuh Terlihat
6.      Merasa Tertekan Ketika Banyak Tugas
7.      Merasa Malu Ketika Ketahuan Berbohong
8.      Merasa Hina Ketika Ketahuan Berpacaran
9.      Merasa Takut dan Malu  Ketika Sedang Di Kendaraan Umum Kemudian Digoda Oleh Orang Yang Tidak Dikenal
10.  Merasa Malu Ketika Melihat Seseorang yang Sedang Bermesraan Di Depan Umum
11.  Merasa Malu Ketika Menjadi Seorang Pejabat Kemudian Melakukan Korupsi
12.  Merasa Malu, Ketka Menjadi Seorang Pedagang Kemudian Ketahuan Mengurangi Timbangan
13.  Merasa Malu Ketika Menjadi Seorang Buruh Yang Ketahuan Mencuri Barang Majikannya
14.  Merasa Malu Ketika Datang Terlambat atau Telat
15.  Merasa Malu Ketika Berbuat yang Senonoh
16.  Merasa Malu Ketika Membuang Sampah Sembarangan
17.  Merasa Malu Ketika Ketahuan Mencuri
18.  Merasa Malu Ketika Ketahuan Selingkuh atau Menghianati
19.  Merasa Malu dan Berdosa Ketika Berbicara Kotor
20.  Merasa Malu dan Berdosa Ketika Menipu Orang Lain

·         Kaidah Agama
1.      Harus Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Iman Kepada Hari Akhir atau Hari Kiamat
3.      Iman Kepada Para Maliakat
4.      Berpedoman Kepada Kitab Al-Quran
5.      Memakai Jilbab Khususnya Kalau Sedang Berada Di Luar Rumah
6.      Berpuasa Pada Bulan Ramadhan
7.      Berbicara Jujur
8.      Saling Bersilaturrahmi
9.      Tidak Boleh Minum Minuman Keras
10.  Tidak Menyakiti Hati Orang Lain: mencela,
11.  Menunaikan Zakat
12.  Bersedekah Apabila Mempunyai Kelebihan Harta
13.  Tidak Boleh Berhubungan Intim Selama Belum Sah Menjadi Suami Istri
14.  Tidak Boleh Menghardik Anak Yatim
15.  Tidak Boleh Membunuh Sesama Manusia, Khususnya Ummat Muslim
16.  Tidak Boleh Mencuri
17.  Tidak Boleh Berjudi
18.  Tidak Boleh Memakan Bangkai Kecuali Ikan dan Belalang
19.  Tidak Boleh Memakan Darah
20.  Dianjurkan Untuk Mencatat Dalam Kegiatan Bermuamalah, Khususnya Hutang piutang

·         Kaidah Kesopanan
1.      Harus Berbicara Menggunakan Tutur Kata Yang Baik Dan Lembut
2.      Bersikap Ramah
3.      Saling Menyapa
4.      Menyanggah  Pendapat Dengan Bahasa Yang Baik
5.      Tidak Memotong Pmbicaraan Orang Lain
6.      Harus Berjilbab Utamanya Ketika Keluar Rumah
7.      Tidak Memakai Pakaian Yang Dapat Memperlihatkan Bentuk Tubuh
8.      Berjabat Tangan, Utamanya Ketika Bertemu Dengan Orang Yang Lebih Tua
9.      Meminta Izin Ketika Ada Keperluan dan Ketika Berada Di Kelas
10.  Berbicara dengan Bahasa yang Lebih Sopan (Bahasa Krama) Utamanya Kepada Orang Yang Lebih Tua
11.  Tidak Membentak-bentak
12.  Tidak Berbicara Kotor
13.  Tidak Membuat Forum Di Dalam Forum (Berdiskusi/Mengobrol sendiri) Ketika Sedang ada Diskusi
14.  Tidak Melangkahi Orang Yang Sedang Tidur
15.  Tidak Boleh Bersendawa Ketika Banyak Orang
16.  Tidak Boleh Kentut Ketika Banyak Orang
17.  Tidak Boleh Berbicara Terlalu Keras
18.  Selalu Minta Pamit Kepada Orang Tua Jika Akan Berpergian
19.  Mengucapkan Salam Ketika Mau Masuk Kelas
20.  Menawari Makanan (Adat Orang Jawa)